Sunday, 19 May 2013

Menelisik Tradisi Yahudi

kristenyahudi
By  on April 15, 2013
Oleh: Tri Putranto

Aktivis Kajian Zionisme Internasional                                                 

Tradisi menurut Wikipedia Indonesia, berasal dari bahasa latin: Traditio yang mempunyai makna ‘diteruskan’ atau ‘kebiasaan’. sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi  yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun  lisan,karena tanpa adanya informasi, suatu tradisi dapat punah
Jadi, ketika membincang tradisi Yahudi, mau tidak mau kita harus menguak sejarah panjang bangsa Israel. Menurut Prof Dr Ahmad Syalabi dalam buku Sejarah Yahudi dan Zionisme, historitas Israel bermula semenjak era Nabi Ibrahim. Kata Ibrani  diambil dari nama keturunan Ibrahim. Meski banyak para pakar sejarah yang berbeda pendapat mengenai makna Ibrani (Hebrew) ini, Termaktub dalam kitab Joshua,  kebanyakan penamaan Bangsa Israel dengan Bangsa Ibrani, lebih disebabkan terjadinya peristiwa penyeberangan  Nabi Ibrahim as melintasi sungai Eufrat.
Dalam buku “Yahudi catatan hitam sejarah” karya Mahir Ahmad Agha memaparkan penyebutan Israel dinisbatkan pada Yakub ibn ishak. Sedang yang disebut Bani Israil yaitu: orang-orang Kanaan, Mesir dan Palestina. Orang Ibrani berasal dari ras Semit, selain itu disnibatkan  juga pada  orang Suriah dan Arab. Bangsa Semit yang memilih tetap tinggal di Negara Arab diyakini sebagai leluhur bangsa Arab, sedang yang berhijrah ke wilayah Asia dan Palestina ialah orang Suriah dan Israel. Pengembaraan bangsa Israel sampai ke utara menembus kawasan Armenia, sedang ke selatan menjelajahi wilayah Kanaan. Beberapa ahli sejarah menera pengembaraan Bangsa Israel ini berakhir pada tahun 2000 SM, namun ada juga yang berargurmen hingga sampai 1750 SM. Ibrahim mengakhiri pengembaraannya di Kanaan. Sebagai pendatang, mereka diselimuti rasa keterasingan. Pada awalnya lantaran penolakan banga Israel terhadap penyembahan berhala, mereka mengisolir diri, bahkan pada akhirnya bangsa Israel ingkar ,mereka kembali kepada penyembahan berhala.
Lantaran orang-orang Ibrani adalah bangsa yang tidak berperadaban,nomad dan tak memiliki budaya, mereka mengalami kesulitan untuk berasimilasi dengan penduduk setempat. Maka, sepanjang sejarah, proses pengasingan diri menjadi watak  dan karakteristik khas bangsa Yahudi. Efek psikologisnya, mereka memandang orang lain dengan rasa permusuhan dan kecurigaan. Loyalitas hanya diikatkan pada kelompoknya saja, bukan pada tanah atau negeri yang menyatukan mereka. Dengan demikian, mereka tidak memiliki relasi dan kaitan dengan orang lain.
Sejatinya tujuan utama hijrah bangsa Ibrani adalah melarikan diri dari musuh yang menghalangi dakwah Nabi Ibrahim. Mereka hijrah mencari tempat yang bisa dijadikan tempat untuk menggembalakan ternak  sekaligus untuk berteduh. Sepanjang perpindahan itulah mereka beradaptasi dengan bahasa dari tempat-tempat yang disinggahi. Ketika sampai di Kanaan , mereka menggunakan dialek Armenia, tetapi pelaksanaannya sangat dipengaruhi  oleh kaidah dan tatabahasa mereka sendiri, sehingga bahasa yang mereka pergunakan disebut bahasa Ibrani. Lama kelamaan bahasa Armenia digantikan dengan bahasa Yunani, sehingga Kitab Kejadian pun ditulis dengan bahasa Yunani.
Sejarah mencatat, pengembaraan panjang bangsa Yahudi, dari berpindah ke Mesir menuju bumi Palestina hingga masa kekuasaan para hakim dan digantikan masa kepemimpinan para raja sampai pada masa perpecahan dan runtuhnya bangsa Israel oleh imperium Babilonia. Selanjutnya Persia menguasai Babilonia,  otomatis menguasai kerajaan Yahuda. Persia menisbatkan bangsa Yahuda dengan nama Yahudi dan menamakan keyakinan mereka sebagai agama yahudi. Akhirnya Imperium Romawi di bawah Raja Titus merangsek ke Palestina. Pada tahun 636 M ,orang-orang muslim membebaskan palestina.
Tahun 135 M tamatlah kehidupan Yahudi di Palestina, bangsa yahudi kembali menjalani pengembaraan layaknya pasca eksodus dari Mesir. Sampai akhirnya, mereka mendiami kawasan Eropa, Mesir, .Afrika Utara serta Yaman. Masa inilah semakin mempengaruhi watak dan tingkah laku Bangsa Yahudi. Pada awalnya Bangsa Yahudi berasumsi Palestina adalah tanah tumpah darah mereka, namun akhirnya mereka terdiaspora ke pelbagai belahan dunia, sehingga tak ada lagi kuil-kuil tempat beribadah, tak ada lagi hewan-hewan korban yang dipersembahkan. Bangsa Yahudi merasa kehilangan induk semang, padahal sebalumya mereka selalu menganggap dirinya sebagai ‘The Choosen People’ , bangsa pilihan Tuhan. Ironisnya, meski sebagai bangsa pendatang, komunitas Yahudi selalu memandang sebagai ras dan jenis yang lebih unggul dibanding tuan rumahnya. Kawasan pemukiman Yahudi acapkali menjadi kawasan kumuh yang disebut : Ghetto. Baik dalam sejarah Yahudi klasik hingga modern masyarakat Yahudi senantiasa menjadi sumber pengkhianatan dan persengketaan. Bahkan Adolf Hitler telah menghitung beberapa bentuk pengkhianatan yahudi terhadap Jerman. Tak salah bila dunia melakukan pembalasan dan penyerangan atas kaum Yahudi. Namun pada akhirnya, Kaum Yahudi berhasil menggiring opini dunia bahwa orang-orang Yahudi yang terdzalimi bisa terobati dengan mengumpulkan mereka dalam suatu bangsa dan tanah air, dimana mereka sendirilah yang mengaturnya. Sampai akhirnya  penghujung abad ke 19 , lahir pemimpin besar Yahudi: Theodore Hertzl, yang menyeru kepada seluruh umat Yahudi untuk mendirikan Negara Yahudi.
Bangsa Yahudi mengalami krisis berkepanjangan sejak diusir Nebukadnezar dari Babilonia hingga dicabik cabik pedang inkuisisi Katholik Spanyol, namun mereka mendapatkan pelajaran berharga: membentuk watak tangguh agar senantiasa mengasah akal pikirannya untuk survive. Adanya keyakinan kuat terhadap melleniarisme dan messianisme (keyakinan banwa setiap 1000 tahun ada kuasa Tuhan dengan kedatangan Messiah yang dijanjikan pada kaum Yahudi) yang membuat mereka tak goyah menghadapi penderitaan.
Dalam buku ‘Yahudi mengapa mereka berprestasi’ karya Toto Tasmara merepresentasikan adanya sosok mistikus Kabbala Lurianic dan Shabti Zevi yang diyakini sebagai messiah. Sosok tersebut sangat memotivasi kaum Yahudi sebagaimana dijamin Talmud. Hal ini mengindikasikan bahwa segala sesuatu harus beralasan dan harus ada tindakan. Tindakan hanya efektif bila disertai kemampuan kecerdasan. Tradisi oral Ibrani menjadi elemen kuat dalam system Masonic. Tradisi mistik Kabbala lahir dari kegetiran hidup, yang merupakan prasyarat kehadiran Tuhan di muka bumi. Cara yang digunakan yakni Tzimtzum, melakukan pengosongan diri agar mencapai Shekinah. Hidup penuh dengan penderitaan adalah alasan akan datangnya sang messiah, yang harus disambut dengan persiapan matang. Untuk itu kaum Yahudi harus menguasai dunia terlebih dahulu.
Kitab Talmud sangat jelas memperlihatkan arogansi bangsa Yahudi, sekaligus mengimplementasikan falsafah Friedrich Nietzsche tentang ubermensch (manusia unggul). Tradisi menjaga kemurnian keturunan pada kaum Yahudi membentuk budaya dan kecerdasan yang tinggi. Sebagai the Choosen People kaum yahudi selalu menunjukkan karya besar. Mitos dijadikan motivasi penggerak logos menjadi etos kerja. Avodah, adalah pelayanan kaum Yahudi pada TuhanNya , yang awalnya digunakan sebagai bentuk pelayanan ritual di kuil. Chutzpah(keyakinan diri) ditanamkan pada anak-anak Yahudi sejak mereka kecil sehingga menjadikan mereka pemberani. Bangsa Yahudi mempertahankan tradisi didasarkan pada relasi kekeluargaan yang kuat, bahkan pernikahan (kiddushin) dilakukan secara endogamy (pernikahan antar anggota keluarga terdekat), yang sangat dianjurkan Talmud.
Kaum Yahudi sangat concern dalam mendidik anak-anaknya. Chanukah, adalah tradisi yang dirintis Yahudi sejak dini. Selain belajar di sekolah, anak-anak Yahudi diwajibkan belajar di lembaga pendidikan Yahudi untuk belajar bahasa dan huruf  Ibrani serta sejarah Yahudi. Pada masa lalu, anak-anak belajar melalui bimbingan Rabbi untuk menjadi santri (Tinokot Shel Ben Rabbi) di asrama (Yeshiva). Murid-murid di tempatkan pada Cheddar (bilik sesuai dengan tingkatan) dan diajar oleh seorang guru agama. (Melamet Tinokot). Mereka selalu dilatih untuk mengucapakan Shema Yisrael (Semoga Tuhan memberkati Israel). Salah satu cara efektif mendidik anak ala Yahudi yaitu dengan teori Dugma (contoh perilaku), Orang tua sangat yakin bahwa mereka adalah subyek yang dilihat dan dipanuti oleh anaknya. Selain itu mereka harus menanamkan Kavod (menghormati orang lain) pada anak-anaknya. Ironisnya, hal ini hanya diterapkan pada kalangan mereka saja , tak berlaku untuk golongan Ghoyim (orang non Yahudi).
Anak-anak Yahudi juga diajarkan hakarat hatov (membalas lebih dari yang diberikan orang lain). Pendidikan moral juga diajarkan pada anak-anak Yahudi, sebagai contoh etika menerima tamu (hakhnasat orhim)
Di dalam tradisi Yahudi terdapat minyan (melakukan doa secara bersama), mereka berkeyakinan bahwa doa akan memiliki kekuatan bila dilakukan secara bersama. Pada ritual minyan diharuskan memakai teffilin (kotak yang diikat di kepala dan salah satunya diikat melingkari lengan sampai jari tangan), dengan demikian mereka merasa memiliki persaudaraan yang erat. Teffilin ditengarai sebagai sebuah kekuatan antara kepala dan tangan atau antara pikiran dan tindakan. Sebelum melipat dan membuat Teffilin,mereka harus melakukan dengan kesungguhan hati serta kusuk (kavanah), serta diawali dengan bacaan: Leshem mitzvat teffilin (Demi Tuhan aku melaksanakan perintah membuat Teffilin). Teffilin ditulis di atas perkamen dengan tinta, sisi kanan dan kiri harus disulam huruf shin, dan tali pengikat harus berwarna hitam. Kualitas Teffilin yang biasa disebut peshutim , dan kwalitas yang lebih bagus disebut peshutim mehudarim. Yang tipis disebut dakkot dan yang tebal disebut gassot.
Tzedekah Box , adalah kotak tabungan yang diwajibkan kepada anak-anak Yahudi guna disumbangkan untuk amal. Bahkan mereka harus membiasakan mencintai orang lain (Gemilut Hasadim). Gemar membaca pun selalu digalakkan orang tua Yahudi terhadap anaknya, mereka tidak segan mengeluarkan uang demi sebuah buku berkualitas bagi pengetahuan anaknya. Dalam tradisi Yahudi, peran ibu sangat dominan dalam mendidik anak. Setiap ibu Yahudi selalu mananamkan Chutzvah pada anak-anaknya, agar anak mempunyai pondasi kuat untuk masa depannya. Ritual pengakuan anak mulai akil baliq menjadi tradisi Yahudi. Untuk anak laki-laki, usia 13 tahun (Bar Mitzvah) dianggap awal beranjak dewasa, sedang untuk perempuan usia 12 tahun awal kematangan pikirannya (Bat Mitzvah). Setelah dianggap mampu menapaki jalan kehidupannya, mereka mendapat panggilan Gadol (dewasa) atau Bar Onshin (orang yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri).
Untuk mencerminkan dan mempertahankan identitas Judaisme dipertahankan dengan pemakaian Teffilin (kotak terdiri atas 2 bagian yang diisi ayat). Kotak Teffilin berisi empat potongan ayat:Kadesh Li, kewajiban mengingat eksodus kaum Yahudi dari cengkeraman Firaun di Mesir, Ve-haya Ki Yeviakha, Kewajiban orang yahudi memberitahukan tradisi ini pada anak keturunannya.Shema, harapan untuk menyatu dan menyembah Tuhan itu satu. Ve-haya Im Shamoa, ungkapan akan jaminan Tuhan untuk melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Dalam liturgy Yahudi dikenal ibadah secara bersama (Amidah) , amidah dilakukan sehari tiga kali, pagi hari (schacharit), sore (minchah) dan malam hari (ma’ariv). Dalam ritual amidah diharuskan pula menghafal 19 macam doa, selain dihafalkan doa tersebut juga harus dijelaskan secara rasional di hadapan publik.
Tradisi bersunat juga dilakukan oleh keluarga Yahudi (Brit Millah), sejak umur bayi berusia 8 tahun harus disunat. Dalam kepercayaan Yahudi, Nabi Ellijah akan hadir dalam persunatan Brit Millah., selesai bersunat para undangan dari kelompok minyan dari sinagog menyantap makanan kosher sekaligus bertukar informasi dengan yang lain.
Kiddushin (pernikahan) merupakan lembaga suci, orang-orang Yahudi merayakannya padaChatunah (pesta perkawinan), sedang saat perhelatan makan disebut Seudat Mitzvah. Pengantin wanita memakai Badeken (cadar) mengindikasikan bahwa ia masih suci. Para undangan (Chupah)  memakai pakaian khas Yahudi. Saat pengantin wanita tiba , ia harus mengelilingi pengantin pria 7 kali dan mendengarkan doa (sheva berachot), kemudian melaukan ijab Kabul (ketubah) disaksikan 2 saksi. Pengantin pria juga memberikan maharnya pada pengantin wanita.
Doa adalah napas kehidupan, orang Yahudi pun selalu melakukan pembacaan doa setiap bangun tidur. Menurut ajaran Yahudi, Tuhan hanya bisa dijangkau bila kita memberikan tempat untukNya (Shekinah). Dalam tradisi yahudi, setiap orang selalu membawa buku doa (Seddurim) setiap kemanapun mereka pergi. Pada hari Jumat sepuluh menit sebelum matahari terbenam mereka menyalakan lilin di menorah dan berdoa Habdalah Kiddush (doa menjelang hari Sabath.
Perayaan keagamaan Yahudi lebih bersifat ritual, beberapa perayaan hari raya Yahudi antara lain: Pesach (Passover), Shabuhot (pantekosta), Shukhot (Tabernakel), Hanukah, Purim, Yom Kippur.
Menurut pandangan Kristiani, dalam buku ’Worship in Ancient Israel’ karya .H.H Rowley, disebutkan: menurut Perjanjian Lama, ritus berkorban dianggap berhasil bila ritus tersebut menjadi pengekspresian hasrat roh manusia. Korban paskah, merupakan kurban khusus dibanding yang lain. Tiap keluarga menyembelih binatang kurbannya dan darah kurban itu disapukan pada ambang atas dan pada kedua tiang pembantu rumah, sedang daging kurban dibakar  dalam keadaan utuh dan dimakan sampai habis sebelum fajar menyingsing. Pada kodeks Imamat disebutkan bahwa korban harus dimakan dengan roti tak beragi dan sayur yang pahit. Selain itu ada kurban bakaran (olah) dan kurban perdamaian (Syelamim). Dalam hukum Imamat ada juga kurban khusus (terumah) yakni: kurban penghapus dosa dan kurban penebus salah. Sejatinya, pertobatan lebih utama dibanding persembahan kurban. Lantaran pertobatan diyakini mengantar pada pengampunan.
Musik dalam ibadah adalah musik yang nyaring keras, dan hanya menggunakan satu suara saja.Teru’ah (yang bermakna tempik sorak) adalah teriakan keras yang bising untuk menunjukkan teriakan penyembah dalam rangka ibadah.
Menurut Yosephus, sinagog yang digunakan untuk beribadah sudah ada semenjak jaman nabi Musa. Bahkan Philo pun, mengatakan hal yang sama. Menurut Philo sinagog bermakna sekolah. Sedang pendapat Yoshepus sinagog adalah tempat untuk pengajaran taurat. Menurut inskripsi mesir sinagog identik dengan proseuke atau tempat berdoa. Pejabat-pejabat dalam sinagog antara lain: Arkon (pemimpin), Khazzan (pejabat), Syeliakh Sibur (utusan jemaat). Sedang kebaktian yang diselenggarakan dalam sinagog antara lain: Syema, pembacaan doa dari Taurat,Syemoneh ezzreh (18 pengucapan doa), pembacaan Taurat, uraian nas alkitab, pengucapan berkat, pembacaan kitab mazmur.
Termaktub dalam buku: Life In Biblical Isreal karya Philip J King dan Lawrence E Stager, dalam alkitab disebutkan bahwa Kuil atau Bait Suci digunakan sebagai tempat pemujaan kepada yang Ilahi. Bait suci di yerusalem adalah bet YHWH (rumah Yahweh). Benda-benda ritual dalam Bait suci antara lain: altar, penyangga peribadatan, arca terakota peribadatan, patung Nazar.
Ibadat Orang Mati, adalah cara memperoleh berkah dari orang mati untuk menenangkan mereka. Di Israel Kuno Yahwisme resmi mengecam segala bentuk kontak dengan orang mati. , sedang yang terpengaruh tradisi kanaan mengijinkan pemujaan terhadap nenek moyang atau leluhur.  Nekromansi (pemanggilan arwah) dengan pertolongan dukun dikutuk di Israel.
Bangsa Yahudi, meski terdiaspora (tersebar) namun kuat, meski sedikit tapi kokoh, lantaran bangsa Yahudi memiliki rasa fanatisme rasial yang tinggi,  bisa menjunjung tradisi dengan solid, selalu mengusung mitos sebagai The Choosen People, dan mempunyai kemampuan mengubah penghalang menjadi peluang, maka mereka sanggup mengukir prestasi di pentas dunia, bahkan bangsa ini mempunyai niat untuk mendominasi dunia. Mereka tak akan pernah tinggal diam bila melihat pencapaian prestasi yang dilakukan oleh umat Islam. Wahai umat, bangkit dan sadarlah!, aktualisasikan zikir dan pikir, iman, ilmu dan amal.
“ Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad ) sebelum engkau mengikuti agama mereka.” (QS: Al-Baqarah: 120).
Wallahu A’lam Bis Shawwab.

No comments:

Post a Comment